BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Umat
Islam mengalami puncak kejayaan kedua pada masa tiga kerajaan Besar berkuasa,
yakni kerajaan Turki Usmani, Safawi dan Mughal (India).Namun, seperti pada masa
kekuasaan Islam terdahulu, lambat laun kekuatan Islam menurun. Bersamaan dengan
kemunduran tiga kerajaan tersebut, bangsa Barat mulai menunjukkan usaha
kebangkitannya.
Kebangkitan
bangsa Barat bermuara pada khazanah ilmu pengetahuan dan metode berpikir yang
dikembangkan umat Islam yakni rasional. Di antara jalur masuknya ilmu
pengetahuan Islam ke Eropa yang terpenting adalah Spanyol. Ketika Spanyol Islam
mengalami kejayaan, banyak orang-orang Eropa yang datang untuk belajar ke sana,
kemudian menerjemahkan karya-karya ilmiah umat Islam. Hal ini dimulai sejak
abad ke-12.
Gerakan
renaisans bangsa Eropa melahirkan perubahan-perubahan besar. Abad ke-16 dan
ke-17 merupakan abad yang paling penting bagi kebangkitan Eropa, sementara pada
akhir abad ke-17 itu pula, dunia Islam mulai mengalami kemunduran. Banyak
penemuan-penemuan dalam segala lapangan ilmu pengetahuan dan kehidupan yang
diperoleh orang-orang Eropa. Perkembangan itu semakin cepat setelah ditemukan
mesin uap, yang kemudian melahirkan revolusi industri di Eropa. Teknologi
perkapalan dan militer berkembang dengan pesat. Sehingga, dengan kekuatan baru
yang mereka miliki, Eropa menjadi penguasa lautan dan bebas melakukan kegiatan
ekonomi dan perdagangan dari dan ke seluruh dunia, tanpa mendapat hambatan
berarti dari lawan-lawan mereka yang masih menggunakan persenjataan sederhana
dan tradisional.
Dalam
pada itu, kemorosotan dunia Islam tidak terbatas pada bidang ilmu pengetahuan
dan kebudayaan saja, melainkan mereka juga ketinggalan dari Eropa dalam
industri perang, padahal keunggulan Turki Usmani di bidang ini pada masa-masa
sebelumnya telah diakui oleh seluruh dunia.
Dengan
organisasi dan persenjataan modern, pasukan perang Eropa mampu melancarkan
pukulan telak terhadap daerah-daerah kekuasaan Islam. Kekuatan-kekuatan Eropa
menjajah satu demi satu negara Islam. Perancis menduduki Aljazair pada tahun
1830, dan merebut Aden dari Inggris sembilan tahun kemudian. Tunisia
ditaklukkan pada tahun 1881, Mesir pada tahun 1882, Sudan pada 1889.
Sementara
itu, wilayah Islam di Asia Tengah juga tak luput dari penjajahan Barat.Umat Islam di Asia Tengah menjadi sasaran
pendudukan Uni Soviet. Tulisan ini mencoba memaparkan keadaan dunia Islam pada
masa penjajahan Barat.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas kami rumuskan item masalah yang akan dibahas pada
penulisan makalah ini, yaitu :
1.
Renaisans di Eropa
2.
Penajajahan Barat atas Dunia Islam di Anak Benua
India dan Asia Tenggara
3.
Kemunduran kerajaan Usmani dan ekspansi Barat ke
timur tengah
4.
Kemerdekaan Negara-Negara Islam dari penjajah
BAB
II
PENJAJAHAN
BARAT ATAS DUNIA ISLAM
DAN
PERJUANGAN KEMERDEKAAN NEGARA – NEGARA ISLAM
A. RENAISANS DI
EROPA
Eropa
menghadapi tantangan yang sangat berat. Terutama kerajaan usmani yang perpusat
di Turki. Mereka melakukan berbagai penelitian tentang rahasia alam, berusaha
menaklukkan lautan, dan menjelajahi benua yang sebelumnya masih diliputi oleh
kegelapan. Setelah christoper colombus menemukan benua amerika (1492 M) dan
vasco da gama menemukan jalan ke timur melalui tanjung harapan (1498 M), benua
amerika dan kepulauan hindia segera jatuh ke bawah kekuasaan eropa.
Eropa menjadi maju dalam dunia perdagangan. L. stoddard menggambarkan,
dengan sekejap mata dinding laut itu berubah menjadi jalan raya dan eropa yang
semula terpojok segera menjadi yang dipertuankan di laut dan dengan demikian,
yang dipertuan di dunia. Perekonomian bangasa – bangsa eropa pun semakin maju
karena daerah – daerah baru terbuka baginya.
Tak lama stelah itu, mulailah kemajuan barat melampaui kemajuan islam yang
sejak lama mengalami kemunduran. Kemajuan barat itu dipercepat oleh penemuan
dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Penemuan mesin uap yang kemudian
melahirkan revolusi industri di eropa semakin memantapkan kemajuan mereka.
Teknologi perkepalan dan militer berkembang dengan pesat.
Eropa menjadi penguasa lautan dan bebas melakukan kegiatan ekonomi dan
perdangan ke seluruh dunia. Negeri – negeri islam yang pertama kali jatuh ke
bawah kekuatan eropa adalah negeri – negeri yang jauh dari pusat kekuasaan
kerajaan usmani, Negeri – negeri islam yang pertama dapat dikuasai barat itu
adalah negeri – negeri islam di asia tenggara dan di anak benua india. Sementara,
negeri – negeri islam di timur tengah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan
usmani, baru diduduki eropa pada masa berikutnya.
B. PENJAJAHAN BARAT TERHADAP DUNIA ISLAM DI ANAK BENUA INDIA DAN ASIA
TENGGARA
Invasi Eropa terhadap dunia Islam tidak pernah sama, tetapi selalu secara
menyeluruh dan efektif. Penetrasi Barat terhadap dunia Islam di Timur Tengah
pertama-tama dilakukan oleh dua bangsa Eropa terkemuka, Inggris dan Perancis.
Inggris terlebih dahulu mencoba menguasai kerajaan Mughal India. Selama
pertengahan terakhir abad ke-18, para pedagang Inggris telah memantapkan diri
di Benggali. Rentang waktu antara 1798 – 1818, dengan perjanjian atau aksi
militer, pemerintahan kolonial Inggris tersebar ke seluruh India, kecuali
lembah Indus, yang baru menyerah pada tahun 1843 – 1849.
Sementara itu Perancis merasa perlu memutuskan hubungan komunikasi antara
Inggris di barat dan India di timur. Oleh karena itu, pintu gerbang ke India,
yakni Mesir berhasil ditaklukkan dan dikuasai oleh Napoleon Bonaparte pada
tahun 1798 M. Alasan lain Perancis menaklukkan Mesir adalah untuk memasarkan
hasil-hasil industrinya. Mesir, di samping mudah dicapai dari Perancis juga
dapat menjadi sentral aktivitas untuk mendistribusikan barang-barang ke Turki,
Syiria hingga ke timur jauh.
Pada tahun 1799 M., Napoleon Bonaparte meninggalkan Mesir karena situasi
politik yang terjadi di negara tersebut. Ia kemudian menunjuk jenderal Kleber
menggantikan kedudukan Napoleon di Mesir. Dalam suatu pertempuran laut antara
Inggris dan Perancis, jenderal Kleber kalah dan meninggalkan Mesir pada tahun
1801 M., dan di Mesir terjadi kekosongan kekuasaan.
Kekosongan tersebut dimanfaatkan oleh seorang perwira Turki, Muhammad Ali dengan didukung oleh rakyat, berhasil megambil alih kekuasaan dan mendirikan dinasti. Pada masa itu Mesir sempat menegakkan kedaulatan dan melakukan beberapa pembeharuan, namun pada tahun 1882 M. dapat ditaklukkan kembali oleh Inggris.
Kekosongan tersebut dimanfaatkan oleh seorang perwira Turki, Muhammad Ali dengan didukung oleh rakyat, berhasil megambil alih kekuasaan dan mendirikan dinasti. Pada masa itu Mesir sempat menegakkan kedaulatan dan melakukan beberapa pembeharuan, namun pada tahun 1882 M. dapat ditaklukkan kembali oleh Inggris.
Faktor utama yang menarik kehadiran kekuatan-kekuatan Eropa ke
negara-negara muslim adalah ekonomi dan politik. kemajuan Eropa dalam bidang
industri menyebabkannya membutuhkan bahan-bahan baku, di samping
rempah-rempah. Mereka
juga membutuhkan negeri-negeri tempat memasarkan hasil industri mereka. Untuk menunjang
perekonomian tersebut, kekuatan politik diperlukan sekali. Akan tetapi
persoalan agama seringkali terlibat dalam proses politik penjajahan barat atas
negeri-negeri muslim. Trauma Perang Salib masih membekas pada sebagian orang
barat, terutama Portugis dan Spanyol, karena kedua negara ini dalam jangka
waktu lama, berabad-abad berada di bawah kekuasaan Islam.
India, pada masa kemajuan kerajaan Mughal adalah negeri yang kaya dengan hasil pertanian. Hal ini mengundang Eropa yang sedang mengalami kemajuan untuk berdagang ke sana. Di awal abad ke-17 M, Inggris dan Belanda mulai menginjakkan kaki di India. pada tahun 1611 M, Inggris mendapat izin menanamkan modal, dan pada tahun 1617 M belanda mendapat izin yang sama.
India, pada masa kemajuan kerajaan Mughal adalah negeri yang kaya dengan hasil pertanian. Hal ini mengundang Eropa yang sedang mengalami kemajuan untuk berdagang ke sana. Di awal abad ke-17 M, Inggris dan Belanda mulai menginjakkan kaki di India. pada tahun 1611 M, Inggris mendapat izin menanamkan modal, dan pada tahun 1617 M belanda mendapat izin yang sama.
Kongsi
dagang Inggris, British East India Company (BEIC), mulai berusaha menguasai
wilayah India bagian timur, ketika merasa cukup kuat. Penguasa setempat mencoba
mempertahankan kekuasaan dan berperang melawan Inggris. Namun, mereka tidak
berhasil mengalahkan kekuatan Inggris. Pada tahun 1803 M, Delhi, ibukota
kerajaan Mughal jatuh ke tangan Inggris dan berada di bawah bayang-bayang
kekuasaan Inggris. Tahun 1857 M, kerajaan Mughal dikuasai secara penuh, dan
raja yang terakhir dipaksa meninggalkan istana. Sejak itu India berada di bawah
kekuasaan Inggris yang menegakkan pemerintahannya di sana. Pada tahun 1879,
Inggris berusaha menguasai Afghanistan dan pada tahun 1899, Kesultanan Muslim
Baluchistan dimasukkan ke bawah kekuasaan India-Inggris.
Asia
Tenggara, negeri tempat Islam baru berkembang, yang merupakan daerah penghasil
rempah-rempah terkenal pada masa itu, menjadi ajang perebutan negara-negara
Eropa. Kerajaan-kerajaan Islam di wilayah ini lebih lemah dibandingkan dengan
kerajaan Mughal, sehingga lebih mudah ditaklukkan oleh bangsa Eropa.
Kerajaan
Islam Malaka yang berdiri pada awal abad ke-15 M di Semenanjung Malaya yang
strategis merupakan kerajaan Islam kedua di Asia Tenggara setelah Samudera
Pasai, ditaklukkan Portugis pada tahun 1511 M. Sejak itu peperangan-peperangan
antara Portugis melawan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia seringkali
berkobar. Pedagang-pedagang Portugis berupaya menguasai Maluku yang sangat kaya
akan rempah-rempah.
Pada
tahun 1521 M, Spanyol datang ke Maluku dengan tujuan dagang. Spanyol berhasil
menguasai Filipina, termasuk di dalamnya beberapa kerajaan Islam, seperti
Kesultanan Maguindanao, Buayan dan Kesultanan Sulu. Akhir abad ke-16 M, giliran
Belanda, Inggris, Denmark dan Perancis, datang ke Asia Tenggara. Namun,
Perancis dan Denmark tidak berhasil menguasai negeri di Asia Tenggara dan hanya
datang untuk berdagang. Kekuasaan politik negara-negara Eropa di negara-negara
Asia berlanjut terus hingga pertengahan abad ke-20.
C. KEMUNDURAN KERAJAAN USMANI DAN EKSPANSI
BARAT KE TIMUR TENGAH
Kemajuan-kemajuan
Eropa dalam teknologi militer dan industri perang membuat kerajaan Usmani
menjadi kecil di hadapan Eropa. Akan
tetapi nama besar Turki Usmani masih membuat Eropa segan untuk menyerang atau
menguasai wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan kerajaan Islam. Namun
kekalahan besar Turki Usmani dalam peperangan di Wina pada tahun 1683 M,
membuka mata Barat bahwa Turki Usmani telah benar-benar mengalami kemunduran
jauh sekali.
Sejak
kekalahan dalam peperangan Wina itu, kerajaan Turki Usmani menyadari akan
kemundurannya dan kemajuan Barat. Usaha-usaha pembaharuan mulai dilaksanakan
dengan mengirim duta-duta ke negara Eropa, terutama Perancis, untuk mempelajari
kemajuan mereka dari dekat. Pada tahun 1720 M, Celebi Muhamad diutus ke Paris
dan diinstruksikan untuk mengunjungi pabrik-parbik, benteng-benteng pertahanan
dan institusi-institusi lainnya. Ia kemudian memberi laporan tentang kemajuan
teknik, organisasi angkatan perang modern, dan kemajuan lembaga-lembaga sosial
lainnya. Laporan-laporan tersebut mendorong Sultan Ahmad III (1703 – 1730 M)
untuk memulai pembaharuan. Untuk tujuan itu, didatangkanlah ahli-ahli militer
Eropa, salah satunya adalah De Rochefort, Pada tahun 1717, ia datang ke
Istambul dalam rangka membentuk korps artileri dan melatih tentara Usmani dalam
ilmu-ilmu kemiliteran modern.
Usaha
pembaruan yang dilakukan tidak terbatas pada bidang milliter. Dalam
bidang-bidang lain pembaharuan juga dilaksanakan, seperti pembukaan percetakan
di Istanbul pada tahun 1737 M, untuk kepentingan kemajuan ilmu pengetahuan.
Demikian juga gerakan penerjemahan buku-buku Eropa ke dalam bahasa Turki,
sebagaimana telah dilakukan oleh para penguasa Abbasiyah ketika menerjemahkan
buku-buku Yunani ke dalam bahasa Arab.
Meskipun
demikian, usaha-usaha pembaharuan itu bukan saja gagal menahan kemunduran Turki
Usmani, tetapi juga tidak membawa hasil yang diharapkan. Penyebab kegagalan tersebut karena kelemahan
raja-raja Turki Usmani karena wewenangnya sudah menurun. Di samping itu,
keuangan negara yang terus mengalami kebangkrutan, tidak mampu menunjang usaha
pembaharuan. Faktor terpenting yang menyebabkan kegagalan usaha pembaharuan
adalah karena ulama dan tentara Yenissari yang sejak abad ke-17 M menguasai
suasana politik kerajaan Turki Usmani menolak pembaharuan.
Usaha
pembaruan Turki Usmani baru mengalami kemajuan setelah Sultan Mahmud II
membubarkan tentara Yenissari pada tahun 1826 M. Struktur kerajaan dirombak,
lembaga-lembaga pendidikan moderen didirikan, buku-buku Barat diterjemahkan,
siswa berbakat dikirim belajar ke Eropa, dan sekolah-sekolah kemiliteran
didirikan. Akan tetapi, meski banyak mendatangkan kemajuan, hasil yang
diperoleh dari gerakan pembaharuan tetap tidak berhasil menghentikan gerakan
Barat terhadap dunia Islam. Selama abad ke-18, Barat menyerang wilayah kekuasaan
Turki Usmani di Eropa Timur. Akhir dari serangan itu adalah ditandatanganinya
Perjanjian San Stefano (Maret 1878 M) dan perjanjian Berlin (Juli 1878 M),
antara kerajaan Turki Usmani dengan Rusia.
Ketika
perang dunia I meletus, Turki Usmani bergabung dengan Jerman yang kemudian
mengalami kekalahan. Akibat dari peristiwa itu kekuasaan kerajaan Turki semakin
ambruk. Partai Persatuan dan Kemajuan memberontak kepada Sultan dan dapat
menghapuskan kekhalifahan Usmani, kemudian membentuk Turki modern.
Di
pihak lain, satu demi satu daerah-daerah kekuasaan Turki Usmani di Asia dan
Afrika melepaskan diri dari Konstantinopel. Hal ini disebabkan timbulnya
nasionalisme pada bangsa-bangsa yang ada di bawah kekuasaan Turki. Bangsa
Armenia dan Yunani yang beragama Kristen berpaling ke Barat, memohon bantuan
Barat untuk kemerdekaan tanah airnya, bangsa Kurdi di pegunugan dan Arab di
padang pasir dan lembah-lembah juga bangkit untuk melepaskan diri dari
cengkeraman penguasa Turki Usmani.
D. BANGKITNYA NASIONALISME DI DUNIA ISLAM
Sebagaimana
telah disebutkan di atas, benturan-benturan antara Islam dan kekuatan Eropa
telah menyadarkan umat Islam bahwa, mereka memang jauh tertinggal dari Eropa.
Hal ini dirasakan dan disadari pertama kali oleh Turki, karena kerajaan inilah
yang pertama dan utama dalam usaha menghadapi kekuatan Eropa. Kesadaran itu
memaksa penguasa dan pejuang-pejuang Turki untuk banya belajar dari Eropa.
Usaha
untuk memulihkan kembali kekuatan Islam pada umumnya didorong oleh dua faktor,
yakni pertama: permurnian ajaran Islam dari unsur-unsur asing yang dipandang
sebagai penyebab kemunduran Islam, seperti gerakan Wahhabiyah yang dipelopori
oleh Muhammad bin Abd al-Wahhab di Saudi Arabia, Syah Waliyullah di India dan
gerakan Sanusiyah di Afrika Utara yang dipimpin oleh Said Muhammad Sanusi dari
Aljazair. Kedua: Menimba gagasan-gagasan pembaruan dan ilmu pengetahuan dari
Barat. Hal ini tercermin dalam pengiriman para pelajar muslim oleh penguasa
Turki dan Mesir ke negara-negara Eropa untuk menimba ilmu pengetahuan dan
dilanjutkan dengan gerakan penerjemahan karya-karya Barat ke dalam bahasa
mereka. Pelajar-pelajar India juga banyak yang menuntut ilmu ke Inggris.
Gerakan
pembaharuan itu, dengan segera juga memasuki dunia politik, karena Islam memang
tidak bisa dipisahkan dengan politik. Gagasan politik yang pertama kali muncul
adalah gagasan Pan-Islamisme (Persatuan umat Islam Sedunia) yang pada awalnya
didengungkan oleh gerakan Wahhabiyah dan Sanusiayah. Namun, gagasan ini baru
disuarakan dengan lantang oleh tokoh pemikir Islam terkenal, Jamaludin
al-Afghani. Al-Afghani-lah orang pertama yang menyadari sepenuhnya akan
dominasi Barat dan bahayanya. Oleh karena itu, dia mengabdikan dirinya untuk
memperingatkan dunia Islam akan hal tersebut dan melakukan usaha-usaha untuk
pertahanan. Umat Islam, menurutnya, harus meninggalkan
perselisihan-perselisihan dan berjuang di bawah panji bersama. Ia juga berusaha
membangkitkan semangat lokal dan nasional negeri-negeri Islam. Karena itu,
al-Afghani dikenal sebagai Bapak Nasionalisme dalam Islam.
Semangat
Pan-Islamisme yang bergelora itu mendorong Sultan Hamid II, untuk mengundang
al-Afghani ke Istanbul. Gagasan ini dengan cepat mendapat sambutan hangat dari
negeri-negeri Islam. Akan tetapi, semangat demokrasi al-Afghani tersebut menjadi
duri bagi kekuasaan sultan, sehingga al-Afghani tidak diizinkan berbuat banyak
di Istanbul. Setelah itu, gagasan Pan-Islamisme dengan cepat redup, terutama
setelah Turki Usmani bersama sekutunya Jerman, kalah dalam Perang Dunia I dan
kekhalifahan dihapuskan oleh Mustafa Kemal, tokoh yang justru mendukung
nasionalisme, rasa kesetiaan kepada negara kebangsaan.
Gagasan
nasionalisme yang berasal dari Barat tersebut masuk ke negeri-negeri Islam
melalui persentuhan umat Islam dengan Barat yang menjajah mereka dan dipercepat
oleh banyaknya pelajar Islam yang menuntut ilmu ke Eropa atau lembaga-lembaga
pendidikan barat yang didirikan di negeri mereka. Gagasan kebangsaan ini pada
mulanya banyak mendapat tantangan dari pemuka-pemuka Islam, karena dipandang
tidak sejalan dengan semangat uóuwaú al-Islamiyaú. Akan tetapi, gagasan ini
berkembang dengan cepat setalah gagasan Pan-Islamisme redup.
Di
Mesir, benih-benih nasionalisme tumbuh sejak masa al-Tahtawi dan Jamludin
al-Afghani. Tokoh pergerakan terkenal yang memperjuangkan gagasan ini adalah
Ahmad Urabi Pasha. Gagasan tersebut menyebar dan mendapat sambutan hangat,
sehingga nasionalisme tersebut terbentuk atas dasar kesamaan bahasa. Hal itu
terjadi di Mesir, Syiria, libanon, Palestina, Irak, Bahrain, dan Kuwait. Semangat
persatuan Arab tersebut diperkuat pula oleh usaha barat untuk mendirikan negara
Yahudi di tengah-tengah bangsa Arab.
Di
India, sebagaimana di Turki dan Mesir, gagasan Pan-Islamisme yang dikenal
dengan gerakan óilafaú juga mendapat pengikut. Syed Amir Ali adalah salah
seorang pelopornya. Namun, gerakan ini pudar setelah usaha menghidupkan kembali
khilafah yang dihapuskan Mustafa Kemal tidak memungkinkan lagi. Yang populer
adalah gerakan nasionalisme, yang diwakili oleh Partai Kongres Nasional India. Akan
tetapi, gagasan nasionalisme itu segera pula ditinggalkan sebagian besar
tokoh-tokoh Islam, karena kaum muslim yang minoritas tertekan oleh kelompok
Hindu yang mayoritas.
Persatuan
antar kedua komunitas besar Hindu dan Islam sulit diwujudkan. Oleh karena itu,
umat Islam di anak benua India tidak lagi semangat menganut nasionalisme,
tetapi Islamisme, yang dalam masyarakat India dikenal dengan nama komunalisme.
Gagasan Komunalisme Islam disuarakan oleh Liga Muslimin yang merupakan saingan
bagi Partai Kongres Nasional. Benih-benih gagasan Islamisme tersebut sebenarnya
sudah ada sebelum Liga Muslimin berdiri, yang disuarakan oleh Sayyid Ahmad
Khan, kemudian mengkristal pada masa Iqbal dan Muhammad Ali Jinnah.
E. KEMERDEKAAN NEGARA-NEGARA ISLAM DARI
PENJAJAHAN BARAT
Munculnya
gagasan nasionalisme yang diikuti dengan berdirinya partai-partai politik
merupakan modal utama umat Islam dalam perjuangannya untuk mewujudkan negara
merdeka. Dalam kenyataannya, partai-partai itulah yang berjuang melepaskan diri
dari kekuasaan penjajah. Perjuangan tersebut terwujud dalam beberapa bentuk
kegiatan antara lain:
1. Gerakan
politik, baik dalam bentuk diplomasi maupun perjuangan bersenjata.
2. Pendidikan
dan propaganda dalam rangka mempersiapkan masyarakat menyambut dan mengisi
kemerdekaan.
Negara
berpenduduk mayoritas Muslim yang pertama kali memproklamasikan kemerdekaannya
adalah Indonesia, yaitu tanggal 17 Agustus 1945. Indonesia merdeka dari
pendudukan Jepang setelah Jepang dikalahkan oleh Sekutu. Disusul oleh Pakistan
tanggal 15 Agustus 1947, ketika Inggris menyerahkan kedaulatannya di India
kepada dua Dewan Konstitusi, satu untuk India dan satunya untuk Pakistan.
Tahun
1922, Timur Tengah (Mesir) memperoleh kemerdekaan dari Inggris, namun pada
tanggal 23 Juli 1952, Mesir menganggap dirinya benar-benar merdeka. Pada tahun
1951 di Afrika, tepatnya Lybia merdeka, Sudan dan Maroko tahun 1956, Aljazair
tahun 1962. Semuanya
membebaskan diri dari Prancis. Dalam waktu yang hampir bersamaan, Yaman Utara,
Yaman selatan dan Emirat Arab memperoleh kemerdekaannya pula. Di Asia
tenggara, Malaysia, yang saat itu termasuk Singapura mendapat kemerdekaan dari
Inggris tahun 1957, dan Brunai Darussalam tahun 1984 M.
Demikianlah,
satu persatu negeri-negeri Islam memerdekakan diri dari penjajahan. Bahkan,
beberapa diantaranya baru mendapat kemerdekaan pada tahun-tahun terakhir,
seperti negera Islam yang dulunya bersatu dalam Uni Soviet, yaitu Uzbekistan,
Turkmenia, Kirghistan, Kazakhtan, Tasjikistan dan Azerbaijan pada tahun 1992
dan Bosnia memerdekakan diri dari Yugoslavia pada tahun 1992 (Yatim,
2003:187-189).
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perang
Salib merupakan awal penetrasi Barat terhadap dunia Islam yang selanjutnya
membawa kaum muslimin berada dalam jajahan negara-negara Barat. Karena mulai
dari Perang Salib I inilah kaum muslimin banyak mengalami kerugian, baik
kerugian yang bersifat material seperti banyaknya wilayah Islam yang direbut
Barat, diduduki dan dikuasai, juga kerugian non material yang berupa mulai
hilangnya peradaban Islam dan mulai masuknya peradaban-peradaban Barat.
Penjajahan
Barat terhadap dunia Islam yang diawali dengan Perang Salib berlatar belakang
hal-hal berikut :
1. Mercenary
yaitu untuk mencari keuntungan negara Barat di negara-negara Islam.
2. Missionary
yaitu untuk menyebarkan agama Kristen pada negara-negara jajahannya.
3. Military
yaitu perluasan daerah militer.
Selain
hal diatas yang melatarbelakangi penjajahan Barat adalah faktor ekonomi dan
politik. Bentuk-bentuk penjajahan barat terhadap dunia Islam berupa
penyerangan, penaklukan, sehingga banyak wilayah-wilayah Islam yang jatuh ke
negara-negara Barat. Juga
berupa penindasan, penghisapan dan perbudakan.
Penjajahan
Barat ternyata membawa implikasi yang sangat luas terhadap perkembangan
peradaban Islam baik peradaban material yang berupa tehnologi baru, maupun
peradaban mental. Penjajahan
Barat juga memicu gerakan pembaharuan dalam Islam, yang mana bertujuan untuk
memurnikan agama Islam dari pengaruh asing dan menimba gagasan-gagasan
pembaharuan dan ilmu pengetahuan Barat.
B. SARAN-SARAN
Demikianlah
uraian singkat makalah tentang Dunia Islam pada masa penjajahan Barat. Tulisan ini masih sangat terbatas dan memerlukan
tambahan guna memperluas wawasan kita. Hal ini sebagai upaya mengenalkan
warisan kebudayaan Islam, sehingga generasi penerus kita mampu mengambil 'ibrah
dari peristiwa yang telah terjadi di masa lalu, agar nantinya mereka dapat
mencontoh dan mengambil apa yang seharusnya mereka pegangi dan tidak megulangi
lagi kesalahan-kesalahan yang diperbuat oleh para tokoh-tokoh Islam terdahulu.
Oleh
karena itu JASS MERAH (Jangan Sekali-Sekali Melupakan Sejarah) karena sejarah
adalah sumber hukum dan pijakan dalam memperjuangkan Agama Islam di Belahan
dunia. Go fight Islam!
DAFTAR
PUSTAKA
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta, PT
Raja Grafindo Persada, 1998.
Ahmad Amin, Islam dari Masa ke Masa, Bandung,
Remaja Rosdakarya, 1991.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
ALHAMDULILLAH